PASANGKAYU, SMNews.Com – Aliansi masyarakat desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, melakukan pertemuan dengan Pjs Bupati Pasangkayu Maddareski Salatin serta instansi terkait membahas polemik lahan PT Letawa yang diduga diluar HGU.
Pertemuan tersebut berlangsung di ruang rapat kantor bupati Pasangkayu, Kamis, 24 Oktober 2024.
Perwakilan Aliansi masyarakat desa Lariang, Yani Pepi Adriani mengatakan, perusahaan perkebunan ini memiliki gambar situasi khusus nomor 22 tahun 1994 dengan luas 10.297 hektar.
Perusahaan ini memiliki dasar pelepasan ada tiga. Satu pelepasannya PT Lariang yaitu milik almarhum Tuan Pepi, yang kedua pelepasan PT Letawa dan yang ketiga pelepasan PT Mamuang.
Dasar pelepasan PT Letawa memakai SK pelepasan PT Lariang nomor 722 tahun 1989 dengan luas 2.365 hektar berdasarkan kesepakatan antara PT Letawa dan sesuai akta notaris nomor 78 tahun 1992 yang dilepaskan 2000 hektar dan sisanya tinggal 365 hektar dan sudah ditanami PT Lariang.
” PT Letawa terindikasi menanam diluar HGU yaitu di afdeling Mike, afdeling Lima dan Charlie. Ini jauh sebelumnya ia sudah sampaikan bahwa ketiga afdeling itu adalah di luar HGU dan terbukti kemarin pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD, ATR/ BPN Pasangkayu sendiri mengakui bahwa itu berada di luar HGU,” jelas Yani.
Ia meyakini bahwa ketiga afdeling itu di luar HGU dengan luas kurang lebih 700 hektar. Pertanyaannya kata Yani, apakah di luar HGU itu ada kepemilikan masyarakat disitu?
Berdasarkan peta gambar situasi PT Letawa sendiri pada tahun 1994 yang ditandatangani oleh Badan pertanahan Nasional pada waktu itu, ada tulisan penunjuk batas kelompok tani.
Sehingga ia memastikan, jauh sebelum peta HGU itu terbit ada kelompok tani atau masyarakat yang mendiami tempat tersebut. Kelompok tani inilah yang bermitra dengan PT graha Lestari pakar mandiri (GLPM).
Pada tahun 1997 ATR/BPN turun lapangan untuk memastikan bahwa tanah tersebut benar berada diluar HGU PT Letawa. Hasilnya, BPN mengeluarkan surat untuk menguatkan kepemilikan kelompok tani yang bermitra dengan PT. GLPM.
” Pernyataan BPN, adapun garapan PT. GLPM yang terletak di desa Siparappe, desa Tikke, kecamatan Pasangkayu seluas 325 hektar kebun kelapa sawit berada diluar HGU PT Letawa dan diketahui oleh Bupati Mamuju waktu itu Nur Hadi Purnomo,” ungkap Yani.
Sehingga Yani, mengingatkan kepada pemerintah daerah Pasangkayu, untuk menolak permintaan PT Letawa terkait permohonan HGU baru, karena akan berdampak kepada hukum Pidana.
” Penerbitan HGU baru PT Letawa tahun 2013 lalu saja, saya meyakini itu bertentangan dengan hukum, sehingga permohonan PKKPR yang baru PT Letawa ini Pemda harus menolaknya,” pungkasnya.